Sebenarnya, Siapakah Syiah Itu?



Secara bahasa syiah dalam al-Qamus huruf syin didefinisikan sebagai berikut:

شِيْعَةُ الرَّجُلِ بِالْكَسْرِ أَتْبَاعُهُ وَأَنْصَارُهُ

“Kata syiah berarti pengikut atau penolong”.

Sedangkan secara istilah menurut Syaikh Al-Mufid, seorang ulama Syiah abad ke-5 H, berkata:

الشِّيْعَةُ أَتْبَاعُ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عليه السلام عَلَى سَبِيْلِ الْوَلاَءِ وَالاِعْتِقَادِ بِإِمَامَتِهِ بَعْدَ الرَّسُولِ صلى الله عليه واله  بِلاَ فَصْلٍ وَنَفْيِ الاِمامَةِ عَمَّنْ تَقَدَّمَهُ فِي مَقَامِ الخِلاَفَةِ وَجَعَلَهُ فِي الاِعْتِقَادِ مَتْبُوْعًا لَهُ غَيْرَ تَابِعٍ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ عَلىَ وَجْهِ الاِقْتِدَاءِ

“Syiah adalah pengikut Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) As. atas dasar mencintai dan meyakini kepemimpinannya sesudah Rasul Saw. tanpa terputus (oleh orang lain). Tidak mengakui kepemimpinan (imamah) orang sebelumnya Ali sebagai pewaris kedudukan khalifah dan hanya meyakini Ali sebagai pemimpin, bukan mengikuti salah satu dari orang-orang sebelumnya (yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman)”. (Al-Mufid, Awa’il al-Maqaalaat, 2-4).

Dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, Syekh al-Syahratani menjelaskan pengertian syiah sebagai berikut:

الشِّيْعَةُ هُمْ الَّذِيْنَ شَايَعُوا عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْخُصُوْصِ. وَقَالُوا بِإِمَامَتِهِ وَخِلَافَتِهِ نَصًّا وَوَصِيَّةً، إِمَّا جَلِيًّا، وَإِمَّا خّفِيًّا. وَاعْتَقَدُوْا أَنَّ الْإِمَامَةَ لَا تَخْرُجُ مِنْ أَوْلَادِهِ، وَإِنْ خَرَجَتْ فَبِظُلْمٍ يَكُوْنُ مِنْ غَيْرُهُ أَوْ بِتَقِيَّةٍ مِنْ عِنْدِهِ. وَقَالُوْا: لَيْسَتْ الْإِمَامَةُ قَضِيَّةً مَصْلَحِيَّةً تُنَاطُ بِاخْتِيَارِ الْعَامَّةِ وَيَنْتَصِبُ الْإِمَامُ بَنَصَبِهِمْ، بَلْ هِيَ قَضِيَّةٌ أُصُوْلِيَّةٌ، وَهِيَ رُكْنُ الدِّيْنِ، لَا يَجُوْزُ لِلرُّسُلِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ إِغْفَالُهُ وَإِهْمَالُهُ، وَلَا تَفْوِيْضُهُ إِلَى الْعَامَّةِ وَإِرْسَالِهِ

“Syiah adalah kelompok yang secara khusus menjadi pengikut Ali Ra. dan yang beranggapan bahwa kepemimpinan atau kekhilafahan ditentukan oleh nash dan wasiat secara tegas maupun samar. Mereka meyakini bahwa kepemimpinan tidaklah terlepas dari anak keturunan Ali Ra. Apabila kepemimpinan tersebut keluar dari keturunan Ali Ra. maka itu adalah kezaliman, dan merupakan bentuk kepura-puraan bila pernyataan itu lahir kalangan Syiah sendiri. Mereka juga menyatakan bahwa keimaman bukan persoalan kepentingan umum yang dihasilkan dari pemilihan umat, tetapi ia adalah persoalan dasar dan rukun agama yang tidak boleh diabaikan oleh para Rasul dan tidak boleh diserahkan kepada umat.”

Berbeda dengan Syiah Zaidiyah. Ia adalah sekte Syiah yang dinisbatkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Ra. yang hidup di masa khalifah Hisyam bin Abd al-Malik, khalifah kesepuluh dari Dinasti Umayyah. (Al-Syahratani, al-Milal wa al-Nihal, I, 146).  Sekte ini memiliki keyakinan bahwa pernyataan imam yang diwariskan oleh Rasulullah tidak menyebutkan nama dan orangnya. Wasiat tersebut sebenarnya hanya merupakan ciri-cirinya saja.

Syiah Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah yang sebelumnya sekalipun ada yang lebih utama. Menurut keyakinan mereka, khalifah tidak harus seorang yang paling baik. Oleh karena itu, pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah tidak dipersoalkan karena semua itu dilakukan semata-mata demi keselamatan dan kepentingan agama, yakni meniadakan atau mencegah fitnah di kalangan umat serta menenangkan hati setiap muslim. Karena kebijaksanaan ini, muncul istilah imam afdhal dan imam mafdhul di kalangan Syiah Zaidiyah. Imam yang afdhal adalah imam yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Syiah Zaidiyah, inilah imam yang terbaik. Sedangkan imam mafdhul adalah imam yang tidak sepenuhnya memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Syiah Zaidiyah. Kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan adalah sebagai imam yang tergolong mafdhul. Sedangkan Ali bin Abi Thalib merupakan contoh imam yang afdhal.


Editor: Aham

0 Comments

Top