Otoritas Seorang Pemimpin dalam Perspektif Islam

 


Akhir-akhir ini berita baik tv, social media, koran, dan majalah dipaparkan mengenai perang antara Negara Rusia dan Ukraina. Serangan Militer Rusia  yang diperintah langsung oleh Presiden Vadlimir Putin, membuat Presiden Ukraina meminta bantuan kepada negara-negara lain terutama negara-negara yang menjadi aliansi NATO. Meski dahulu negara Rusia dan Ukraina adalah satu negara yang disebut Uni Soviet, akan tetapi perpecahan kedua negara tersebut tidak berdampak pada hal positif dari masa ke masa. Maka tidak lepas dari hal itu juga, satu-satunya hal baik dan buruknya yang terjadi pada masing-masing negara tergantung pada pemimpinnya. Hal ini menimbulkan banyak respon dari warga net yang menyaksikan video-video pendek di berbagai media. Dari kejadian ini penulis mengangkat tentang bagaimana sikap atau karakter yang harus dimiliki oleh pemimpin.

            Secara fundamental sistem setiap negara memiliki pemimpin, meski bentuk pemerintahannya berbeda-neda, akan tetapi setiap warga negara memiliki harapan yang sama dalam memilih atau menunjuk pemimpin negara. Menghendaki dari harapan setiap warga negara kepada pemimpin negaranya, tidak lain untuk menstabilitasi sistem pemerintahan, menjamin keamanan, memberikan kebebasan hak setiap warga, dan memberikan kedamaian serta kesejahteraan tanpa memandang latar belakang setiap warganya. Selain itu urgensi karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin utamanya pemimpin negara ialah adil, memiliki jiwa politisme yang tinggi, dan bekal agama yang kuat. Hal ini diperintah langsung oleh Allah SWT dalam firmannya

“نَاِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْ

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu pemimpin) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kaum kerabat dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. An-Nahl ; 90)

            Dalam terwujudnya stabilitas sistem pemerintahan, politik adalah salah satu bekal utama seorang pemimpin. Akan tetapi seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki bekal ilmu agama yang kuat. hal ini bertujuan agar sikap dan tindakan-tindakan yang diambil semata-mata tidak hanya untuk tujuan kekuasaan atau duniawi saja, melainkan karena berharap ridha Allah subhanahu wa ta’ala dan untuk kepentingan seluruh ummat yaitu. Dalam buku “Goro-goro Menjerat Gusdur”, editor mengungkap salah satu dawuh Presiden ke-4 Negara Indonesia yakni KH. Abdurrahman Wahid “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan”. Perkataan beliau mengisyaratkan bahwa dalam memimpin suatu negeri yang harus diprioritaskan adalah kepentingan ummat manusia, maka berangkat dari hal ini yang dapat menuntun hanyalah ilmu agama yakni addinul islam. Dengan dawuhnya, beliau menyadarkan bahwa politik adalah sebagai sarana (washilah) untuk seorang pemimpin dalam menunaikan kewajiban atas rakyat yang dipimpinnya, yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat.

            Secara mendasar kesejahteraan suatu negara tergantung pada pemimpin negaranya. Dalam ajaran islam keputusan dan ketetapan untuk memecahkan suatu problematika, seorang pemimpin harus cermat dengan menimbang kemaslahatan dan kemudharatannya yang disesuaikan dengan zaman yang berlaku. Hal ini merupakan kebijaksanaan politik kasuistik yang disesuaikan dengan kemaslahatan yang bisa berbeda menurut perbedaan tempat dan waktu, dimana hal ini harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan. Satu-satunya jalan yang dapat mengarahkan seseorang baik dalam mengambil kebijakan adalah ilmu, terutama ilmu agama. Akan tetapi hal ini tak membuat seorang pemimpin selalu memprioritaskan agamanya, melaikan kepentingan ummat. Bahkan Imam Ghazali pernah mengatakan “Seorang pemimpin yang mendatangi rakyat untuk memberi sesuap kebutuhannya, lebih baik dari pada menyibukkan diri beribadah sunnah”, dari hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang beragama tidak harus selalu menomer satukan kepentingan agama melainkan kepentingan ummat yang dipimpinnya.  Oleh karena itu, jika hal-hal berikut sudah pasti ada didalam jiwa kepemimpinan seorang pimpinan negara, maka semua harapan warga kepada pemimpinnya terpenuhi, sehingga pemimpin tersebut tidak sembarangan mengambil kebijakan dan tidak sesuai keegoan dirinya sendiri. Karena jika berpatokan pada kehendaknya sendiri, hal ini tidak bisa dibenarkan disebabkan kebenaran persepsi setiap manusia tidak sama.

            Meski pemimpin seorang negara memiliki otoritas dalam mengambil keputusan, akan tetapi seorang pemimpin juga harus memiliki penasihat yang bijak dan salih disampingnya. Karena seorang pemimpin juga manusia yang tidak luput dari suatu kesalahan. Maka penting bagi seorang pemimpin lebih-lebih pemimpin negara memiliki penasihat yang mampu membantu menjawab persoalan dengan adil. Hal ini juga terjadi pada Rasulullah, dimana beliau memiliki penasihat setia dan bijak yang selalu membantu dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Diantaranya penasihatnya adalah sahabat-sahabat beliau yang selama ini sudah masyhur dikalangan ummat islam, yaitu sayyidina Abu Bakar As-Siddiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Utsman bin Affan, dan Sayyidina Ali bin Abi Talib Radiyallahu Anhu.

 Penulis: Ismi Putri Annisa (Mahasantri Ma'had Aly Nurul Islam)

0 Comments

Top