Barakah dalam Pandangan Akidah Aswaja

 


                Sering kali kita apabila sowan ke dalemnya kyai, tokoh masyarakat atau bahkan teman sendiri yang dirasa lebih pintar, lebih alim dimintai barakah, entah lewat doa atau yang sering kita temui biasanya membawa air botol untuk didoakan juga yang sering kita temui orang ziarah ke makam Wali Songo untuk berdoa disana agar hajatnya dikabulkan. Sebenarnya apa itu barakah? Lantaran ada sebagian kelompok yang beranggapan bahwa perbuatan tersebut termasuk syirik.

            memaknai barakah Imam Syamsuddin al-Sakhawi menjelaskan dalam kitabnya sebagai berikut:

الْمُرَادُ بِالْبَرَكَةِ النُّمُوُّ وَالزِّيَادَةُ مِنَ الْخَيْرِ وَالْكَرَامَةِ. (القلول البديع في الصلاة على الحبيب الشفيع)

“Yang dimaksud dengan barakah ialah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan.” (al-Qawl al-Badi’ fi al-Shalah ‘ala al-Habib al-Syafi’, 91) 

Barakah dalam harta adalah ketika bertambah banyak dan digunakan dalam kebaikan. Barakah dalam keluarga adalah ketika anggota keluarga bertambah banyak dan berakhlak mulia. Barakah dalam waktu adalah lamanya masa dan terselesaikan semua urusan dalam masa yang ada. Barakah dalam kesehatan adalah sempurnanya kesehatan dalam fisik dan psikologis. Barakah dalam umur adalah panjang usia dan beramal baik dalam rentang usia yang panjang tersebut. Barakah dalam ilmu adalah ketika ilmu itu semakin bertambah banyak dan diamalkan serta bermanfaat untuk orang banyak. Jadi barakah itu adalah Jawami’ al-Khair (pundi-pundi kebaikan) dan banyaknya nikmat yang diperoleh dari Allah Swt.

            Termasuk orang yang diberkahi tuhan ialah perilakunya selalu membawa manfaat kepada orang di sekitarnya. Sebagaimana kisah Nabi Muhammad Saw ketika lahir ke dunia membawa barakah bagi Halimah Sa’diyah.

Sebelum kehadiran bayi Muhammad Saw, kondisi keluarga Halimah Sa’diyah dalam paceklik dan kesusahan tergambarkan pada keadaan binatang ternak mereka yang kurus, air susunya kering, tanahnya gersang dan minimnya hasil tanaman.

Setelah hadirnya bayi Muhammad Saw yang dibawa Halimah Sa’diyah ke kampung halamannya, maka ternak yang awalnya kurus menjadi gemuk, air susu hewan yang awalnya kering menjadi banyak dan tanah yang awalnya gersang menjadi subur serta hasil panen yang melimpah. Terutama keluarga Halimah Sa’diyah menjadi sejahtera. Perubahan tersebut diyakini karena kedatangan bayi Muhammad Saw ke bani Sa’ad membawa barakah.

            Adakalanya juga barakah itu Allah letakkan pada benda seperti ayat firman Allah dalam ayat berikut:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِۦٓ أَن يَأْتِيَكُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَىٰ وَءَالُ هٰرُونَ تَحْمِلُهُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ.(البقرة: 248)

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut (peti tempat menyimpan kitab taurat) kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.  (QS. Al-Baqarah: 248)

            Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menjelaskan maksud ayat ini sebagai berikut:

وَخُلَاصَةُ الْقِصَّةِ: أَنَّ هَذَا التَّابُوْتَ كاَنَ عِنْدَ بَنِي إِسْرَائِيْلَ، وَكَانُوا يَنْتَصِرُوْنَ بِهِ وَيَتَوَسَّلُوْنَ إِلَى اللهِ تَعَالَى بِمَا فِيْهِ مِنْ آثَارٍ، وَهَذَا هُوَ التَّبَرُّكُ بِعَيْنِهِ الَّذِي نُرِيْدُ وَنَقْصُدُهُ

Kesimpulan cerita dari ayat itu adalah bahwa peti itu milik kaum Bani Israil. Mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui peti itu. Mereka juga melakukan tawassul kepada Allah karena memang peti itu mempunyai pengaruh pada mereka. Inilah hakikat mengharap barakah seperti yang kami maksudkan.” (Mafahim Yajib an-Thushahhah, 253)

            Dari uraian di atas sudah jelas bahwa barakah diberikan Allah kepada orang-orang pilihan seperti para nabi, wali bahkan benda-benda peninggalan mereka. Sayyid Muhammad bin Alawi melanjutkan penjelasannya sebagai berikut:

(وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوْسَى وَءَالُ هَارُوْنَ)، وَهَذِهِ الْبَقِيَّةُ مِمَّا تَرَكَهُ آلُ مُوْسَى وَهَارُوْنَ هِيَ: عَصَا مُوْسَى، وَشَيْئٌ مِنْ ثِيَابِهِ، وَثِيَابُ هَارُوْنَ وَنَعْلَاهُ، وَأَلْوَاحٌ مِنَ التَّوْرَاةِ وَطَسْتٌ، كَمَا ذَكَرَهُ الْمُفَسِّرُوْنَ وَالْمُؤَرِّخُوْنَ، كَابْنِ كَثِيْرٍ، وَالْقُرْطُبِي، وَالسُّيُوْطِي، وَالطَّبَرِي، فَارْجِعْ إِلَيْهِمْ، وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى مَعَانٍ كَثِيْرَةٍ مِنْهَا: التَّوَسُّلُ بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ، وَمِنْهَا: الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَمِنْهَا: التَّبَرُّكُ بِهَا.

“Maksud dari peninggalan-peninggalan ini adalah peninggalan Nabi Musa dan Harun (yang sudah disebutkan dalam surah al-Baqarah, 248) yaitu tongkat Nabi Musa, sebagian pakaian Nabi Musa dan Harun, sandal keduanya, dua sandalnya, papan kitab Taurat dan tempat cuci tangan, sebagaimana disebutkan para mufassir dan ahli sejarah seperti Ibnu Katsir, al-Qurtubi, as-Suyuti dan at-Thabari. Silahkan lihat buku-buku mereka. Ayat di atas menunjukkan banyak kesimpulan. Di antaranya tawassul dengan peninggalan orang-orang saleh, merawat peninggalan tersebut dan memohon keberkahan dengannya. (Mafahim Yajib an-Thushahhah, 253)

            Bahkan perbuatan tabarruk (meminta barakah) itu sendiri dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad dalam mengunjungi tempat yang diberkahi Allah yakni Masjid Quba setiap hari sabtu. disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي قُبَاءَ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا أَوْ رَاكِبًا. (رواه البخاري)

“Dari Ibnu Umar Ra dia berkata, “Nabi Muhammad selalu mendatangi masjid Quba setiap hari sabtu dengan berjakan kaki atau mengendarai kendaraan. (HR. al-Bukhari)

            Tujuan Nabi Muhammad mendatangi masjid Quba setipa hari sabtu ialah tiada lain untuk mengharap barakah.

            Praktik seperti itu (mengharap barakah) juga dilakukan para sahabat Nabi Muhammad Saw. Misalnya tabarruk dengan lokasi yang dijadikan tempat salat Nabi Saw, tabarruk dengan mencium tangan orang yang menyentuh Nabi Saw, tabarruk dengan jubah Nabi Saw, tabarruk dengan apa yang disentuh Nabi Saw, tabarruk dengan rambut Nabi Saw, tabarruk dengan tempat telapak kaki Nabi Saw, tabarruk dengan mimbar Nabi dan lain sebagainya. Dalam hadis riwayat Muslim dijelaskan mengenai hal itu:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّهَا أَخْرَجَتْ جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةِ دِيْبَاجٍ، وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوْفَيْنِ بِالدِّيْبَاجِ، فَقَالَتْ: هَذِهِ جُبَّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ، فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُهَا، فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يَسْتَشْفِى بِهَا. (رواه مسلم، مفاهيم يجب أن تصحح نقلا عن كتاب اللبس والزينة ج 3 ص 140)     

Dari Asma’ binti Abi Bakar bahwa sesungguhnya ia mengeluarkan jubah hijau Persia yang bertambalkan sutera yang kedua celahnya dijahit dengan sutera juga. Lalu Asma’ berkata, “Ini adalah jubah Rasulullah, ia disimpan oleh Aisyah. Saat ia wafat jubah ini aku ambil. Nabi Saw pernah mengenakan jubah ini dan saya membasuhnya untuk orang-orang sakit dalam rangka memohon kesembuhan dengannnya.” (HR. Muslim, Mafahim Yajib an-Tushahhah, 247 mengambil dari kitab al-Libas Wa al-Zinah jilid 3 hal. 140)

            Namun perlu diketahui bahwa tujuan tabarruk itu hanya sebagai sarana untuk mendapat pertolongan dari Allah bukan meyakini bahwa benda tersebut bisa memberi barakah. jika beranggapan seperti itu tentu tidak diperbolehkan.

            Dapat disimpulkan bahwa barakah itu benar-benar ada dan diperbolehkan. Di antaranya ialah seperti yang biasa kita kenal yakni ziarah ke makam para wali atau menggunakan benda peninggalan orang-orang saleh dengan syarat tidak meyakini tempat dan benda tersebut yang memberi barakah melainkan Allah Swt.

           

    Penulis: Agus Subairi (Mahasantri Ma'had Aly Nurul Islam)

           

 

0 Comments

Top