Bada' memiliki arti tampak
setelah sebelumnya tersembunyi, atau berarti pula munculnya pendapat baru.
Dengan dua arti tersebut, bada' berkonsekuensi logis terhadap didahuluinya
ketidaktahuan (سبق الجهل) dan munculnya
pengetahuan baru (حدوث العلم). Tentu, dua
konsekuensi ini mustahil bagi Allah, tetapi Rafidhah justru menisbatkan sifat
bada' ini kepada Allah.
Ar-Rayyan bin As-Shalt
berkata:
سمعت الرضا يقول
ما بعث الله نبيا إلا بتحريم الخمر وأن يقر لله البداء
"Saya
pernah mendengar Ridho berkata: 'Allah tidak mengutus nabi kecuali
diperintahkan untuk mengharamkan khamr, dan diperintahkan untuk menetapkan
sifat bada' kepada Allah.'" [Usul al-Kafi, 40]
Di dalam kitab dalam
kitab Usul
al-Kafi, Syaikh Muhammad bin Ya'kub Al-Kulaini mengatakan bahwa,
عن
أبى عبد الله أنه قال ما عبد الله بشيْ مثل البداء
Abu Abdillah berkata, "Seseorang belum dianggap
beribadah kepada Allah sedikitpun, sehingga ia mengakui adanya sifat bada' pada
Allah". Maha tinggi Allah setinggi-tingginya dari tuduhan seperti
ini.
Bayangkan, bagaimana bisa
mereka menisbatkan kebodohan kepada Allah, padahal Allah menyatakan tentang
Dzat-Nya sendiri tidaklah demikian, bahkan sebaliknya.
قُل لَّا
يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا الله
"Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit
dan di bumi yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah." (QS. An-Naml: 65)
Sementara itu, Rafidhah berkeyakinan bahwa para imam mereka mengetahui segala ilmu pengetahuan dan tak
ada sedikit pun yang samar bagi mereka.
Mari merenung, apakah akidah
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sepertimana keyakinan mereka?
Editor: Aham
0 Comments